Kamis, 07 Mei 2009

Pertanian di Indonesia


Sejarah pertanian di Indonesia secara intensif dimulai sejak tahun1969 saat dimulainya program Intensifikasi Massal (INMAS), salah satu programnya adalah dikenalkannya berbagai jenis pupuk buatan(ANORGANIK) obat-obatan pembasmi hama dan gulma serta benih yang berdaya hasil tinggi.

Paket yang dikenal dengan panca usaha tani,ternyata mampu meningkatkan produksi yang cukup tinggi dibandingkan kondisi sebelumnya. Hingga Indonesia mencapai swasembada pangan tahun 1986 dan mendapat penghargaan dari PBB melalui FAO (organisasi pangan sedunia).

Namun peralihan budaya petani dalam budaya bertani dengan penggunaan pupuk organik (kandang, kompos, tanaman legum) ke penggunaan pupuk anorganik (kimia) yang berlebihan dan dalam jangka panjang telah menimbulkan permasalahan pada kondisi lahan ( dampak samping) yaitu:

1. TANAH pertanian menjadi KERAS
2. Terjadi proses PEMISKINAN UNSUR HARA DALAM TANAH

Ad. 1. TANAH KERAS
Hal ini diakibatkan oleh penumpukan sisa atau residu pupuk kimia yang ternyata tidak semua terserap oleh tanaman yang berakibat tanah sulit terurai. Karena salah satu sifat bahan kimia adalah relatif lebih sulit terurai atau hancur dibandingkan dengan bahan organik.
Akibat tanah keras menyebabkan :
a. Akar tanaman kurang bisa berkembang
b. Pernapasan Akar terganggu
c. Tanaman semakin sulit menyerap pupuk / unsur hara tanah.
d. Tanah semakin tidak respon terhadap pemupukan, Sehingga dosis pupuk semakin lama semakin tinggi.
e. Kesemuanya itu akan berdampak pada menurunnya kualitas tanaman dan produktifitas tanaman.

Ad 2. terjadinya PROSES PEMISKINAN UNSUR HARA TANAH
Seperti telah dijelaskan di depan bahwa tanaman tumbuh pasti memerlukan 13 unsur hara esensi. Dimana ketika panen, 13 unsur hara yang sudah berubah bentuk menjadi akar batang daun dan buah ikut terangkut keluar lahan. Dan sebagai keseimbangan alam tentunya jika petani telah mengeluarkan 13 unsur hara tanah keluar lahan bersamaan dengan panenannya, maka petani harus mengembalikan lagi 13 unsur tersebut ke dalam lahan saat proses pemupukan musim tanam berikutnya agar kondisi tanah tetap terpelihara cadangan haranya . Pada kenyataannya pada musim tanam berikutnya umunya petani hanya memberi pupuk 3 macam unsur yaitu Urea, Tsp, Kcl ( N P K ). Padahal tanah telah kehilangan 13 unsur hara saat diserap oleh tanaman yang telah dipanen.
Jika hal ini terus terjadi dalam jangka panjang dapat dimengerti jika tanah-tanah di Indonesia kekurangan 10 jenis unsur hara esensi seperti tersebut di muka. Di tingkat dunia khusus negara-negara maju dan berkembang seiring dengan semakin tingginya kesadaran akan kesehatan dan kualitas lingkungan, maka terdapat kecenderungan pergeseran pola konsumsi pada hasil pertanian (tanaman dan daging) yang dibudidayakan secara organik yaitu budidaya yang menggunakan masukan kimia seminim mungkin sehingga aman bagi kesehatan manusia dan lingkungan.

Dengan menimbang hal-hal di atas, maka pemerintah melalui departemen pertanian, mulai menghimbau untuk kembali ke penggunaan bahan bahan yang bersifat organik baik pupuk dan obat-obatan, khususnya pupuk, diharapkan penggunaan pupuk kandang dan kompos, selain penggunaan pupuk kandang atau kompos. Pupuk Urea TSP dan KCL secara bijaksana dapat lebih memasyarakat.

Diharapkan dengan pemberian pupuk kandang atau kompos dapat mengatasi permasalahan proses pengerasan tanah-tanah pertanian serta memberikan sumbangan unsur hara makro dan mikro.

Namun demikian penggunaan pupuk kandang dan kompos bukannya tanpa masalah disamping penggunaan pupuk kandang / kompos masih banyak mengalami kendala beberapa diantaranya adalah :

1. Ketersersediaannya masih belum dapat mencukupi kebutuhan yang diperlukan.
2. Biaya tinggi , karena kebutuhan dalam jumlah besar. 1 ha memerlukan 10 – 30 ton sehingga costnya menjadi lebih tinggi. Baik harga pupuk kandang, ongkos transport, biaya simpan, biaya aplikasi di lapangan.
3. Waktunya relatif cukup lama diperlukan untuk mematangkan pupuk kandang . (Tidak langsung bisa dipakai)
4. Kondisi Fisik (ukuran butiran), kimia (kandungan unsur hara) dan Biologinya (tingkat kematangan pupuk) sangat bervariasi. Terutama tingkat kematangannya jika belum seragam betul justru membahayakan tanaman.
5. Kandungan unsur hara tidak seragam, karena tergantung dari penyimpanan di lapangan. Jika tersimpan di tempat terbuka maka unsur hara akan banyak larut oleh air hujan dan menguap terkena sinar matahari.
6. Kadang-kadang sebagai media pembawa hama, penyakit dan bibit gulma yang merugikan bagi tanaman.
7. Tidak menutup kemungkinan mengandung atau tercampur logam berat yang berbahaya bagi manusia ataupun tanaman.
8. TIDAK PRAKTIS

Dari permasalahan di atas maka ada bbrp hal yang perlu diperhatikan :

1. Perlunya pengurangan penggunaan pupuk kimia secara bertahap disertai dengan peningkatan penggunaan pupuk organik. Sehingga dicapai komposisi pupuk yang lebih aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia.
2. Perlunya perbaikan konsistensi tanah yang semakin keras.
3. Perlunya penambahan 10 unsur hara esensial (kecuali unsur NPK) terutama unsur mikro.
4. Perlunya penghancuran residu atau sisa-sisa pupuk kimia dalam tanah agar dapat dimanfaatkan kembali oleh tanaman dan tidak mencemari tanah.
5. Perlunya adanya suatu alternatif pelengkap (Menambah jumlah kekurangan kebutuhan pupuk kandang yang dibutuhkan atau pengganti jika pupuk kandang memang sulit didapatkan).

Untuk mengatasi permasalahan tersebut beberapa anak bangsa telah membuat berbagai macam aplikasi produk berupa pupuk majemuk dan pupuk organik.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Walgreens Printable Coupons